Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2017

Kamu Merasa Berbeda?

Gambar
Tentang menjadi indah karena sebuah perbedaan. Allah menciptakan segala sesuatu dalam bentuk paling sempurna, paling indah, karena Allah Maha Sempurna lagi Maha Indah. Aku mungkin menjadi berbeda karena sebuah alasan yang telah dituliskan-Nya khusus untukku karena aku istimewa. Tak perlu merasa berbeda, hanya karena berbeda warna, atau berbeda bentuk. Sejatinya aku dan mereka sama, ciptaan-Nya. Bisa jadi, aku indah karena aku berbeda. Tampil berbeda, membuat mereka menoleh kearahku lebih dahulu. Allah menciptakan segala sesuatu tanpa kesia-siaan. Dia lah sebaik-baik perencana. Jadi apakah kamu berbeda sepertiku? Percaya saja, Allah mencintaimu lebih, Allah ingin kita percaya bahwa, kita indah dengan 'bedanya' kita.

Janji yang Menggetarkan

Biar aku ceritakan sebuah kisah. Tentang langit yang bergetar dan doa yang diaminkan. Tetesan rahmat membasahi bumi, khusuk, memandang perjanjian yang segera terucap. Dia tersenyum dalam gagap, malu. Debar seramai nyanyian pucuk-pucuk rerimbunan. Menyambut sorak yang kan segera diarak. Masih dalam lukisan tegang sembari merapal hafalan semalam. Masih ada dia, yang memandang dia dalam selisik malu. Jemari lentik meremas pelik. Menunduk dalam harap hijab segera tersingkap. Menanti kata yang menjadi doa. Qobiltu ...

Kisah

Memandangmu penuh selisik malu Bergetar dalam kalbu Kamu Siapa? Tergerak hati ingin bertanya Namun hijab belum tersingkap Ini bukan perihal bagak Memang Aku Siapa? Jika memang benar Akan datang masa Aku berjamu Aku memintamu Kamu dan aku Bukan lagi siapa Kita Apa?

Itu Dia

Mungkin harus diakui Tak ada bunga yang lebih indah Tak ada air yang lebih tenang Dari dirinya Coba pandang saja langit Masih lebih luas kesabarannya Coba kau nikmati selimut Masih lebih nyaman rengkuhannya Mungkin lukisan gurat usia jelas di rautnya Tapi dewi pun, kalah cantik olehnya Mungkin lengannya tak sekokoh atlit Tapi besi pun kalah kuat dengannya Tak kan pernah temukan perbandingan yang sebanding dengannya Dia yang terbaik di semesta

Sejauh Mata Memandang

Ilalang bergoyang di atas kepala Ranting-ranting kering lunglai terjatuh pasrah Dedaunan berlarian tersapu pawana Debu bersorak riang berkejaran bergulung-gulung Sejauh mata memandang hanya hijau yang berpendar Sejauh mata memandang hanya ancala yang berdiri tegar Sejauh mata memandang hanya syukur yang tergumam Sejauh mata memandang ...

Bunga dalam Bayangan

Kulihat mereka berlarian di bawah gerimis Tapi ... aku memilih diam Menikmati bayangan kusam yang berputar Selaras dengan renai yang berjatuhan Dalam rekam jejak yang kutuliskan Wajahmu terlukis penuh senyuman Bahkan genggam hangat masih terasa nyata Telingaku pun masih mendengungkan tuturmu Aroma jalanan yang basah pun membawamu Memainkan masa lalu dalam pikirku ... padamu Bunga yang melahirkanku

Kota Tanpa Kematian

Binar kendaraan melukis jalanan Berkelap-kelip mengalahkan bintang Klakson membahana Berlomba memecah kesunyian Di kanan kiri kotak berpintu menjulang menantang awang Dengan rupa-rupa wajah termangu di bibir jendelanya Pematang jalan penuh penjaja Mendorong gerobak memburu rejeki halal Inilah dia   Kota tanpa kematian Api perlombaan yang tak pernah padam   Walau hanya satu detik juang Malang, 07 Nopember 2017

Fana

Pegang saja dunia! Seolah itu takkan sirna Kau kira indah? Padahal semua ini akan punah Api yang menyala-nyala telah menunggu Kau tau bahan bakarnya? Itu kita! Kita yang tersenyum jumawa memiliki gunung diryah Kita yang menikmati peluh saudara Lahir menjerit Pulangpun menjerit Tak takut? Yakin tak takut? Genggam saja dunia! Maka kau pun akan sirna bersamanya. Di bawah mentari, 06 Nopember 2017

Ibu Muda

Pisau itu dibuatnya menari, cepat bahkan sangat cepat. Namun matanya menerawang jauh, pandangannya kosong. Bunyi nyaring teko mendidih mengaburkan lamunannya. Seketika berlari mematikan kompor. Tumpukan piring dan perabot kotor yang menantikan segera dibasuh bersih olehnya, teronggok dipojokan wastafel. Hujan peluh menetes di wajahnya. Diliriknya balita yang sedang bermain di antara samudra mainan yang berserakan di lantai. Dinding penuh coretan warna-warni, gantungan foto memenuhi. Tampak dirinya dengan baju toga yang gagah dua tahun yang lalu tersenyum bak memeluk dunia. Bintang yang dilukiskan dalam angan akan segera diraihnya, pikirnya saat itu. Tapi. Aahh, kapan semua ini akan selesai? Paginya sungguh sibuk. Sepertinya bintang itu harus menanti sembari menambah kilaunya. Nanti, suatu saat, pasti!

Lupa Rasa

Sampai lupa rasanya Bagaimana kupu-kupu berterbangan dalam perut Bagaimana nafas tercekat di perjalanannya Bagaimana hati dipenuhi bunga-bunga bermekaran Sungguh lupa rasanya Terlalu asyik dalam bisik Canda tawa tanpa beban dalam benak Langkah ringan menari dan memijak Sangat lupa Tanpa sebab aku tak ingat Bagaimana hati menjatuhkan pilihan tanpa syarat Bagaimana mimpi terikat satu pikat Aku sudah lupa walau mencari seribu jawaban

Movember

Kenalkah engkau dengan bulan yang rintikannya romantis. Aromanya menghipnotis, simponinya eksotis. Bulan ini bahkan mampu menggoda sekar untuk mekar, putih suci berjejer rapi menenangkan hati. Kenalkah engkau dengan bulan yang menggodamu menjejakkan kaki di bawah gerimis? Memegang payung sekadar dimainkan, melangkah sambil menengadah. Menantang langit, hai langit aku menyukai rintikmu. Kenalkah engkau dengan bulan ini? Tentu engkau mengenalnya. Bulan yang mengajakmu untuk meraih mimpi, yang kau gantung tinggi. Berseri menunggu kau gapai walaupun tenang dalam sepi.

Lukisan Sebuah Perjuangan

Gambar
Langit cerah hari ini. Bunga-bunga bermekaran menyambut dunia penuh senyuman, musim hujan membuat tanah menjadi sangat subur. Udara berhembus sangat dingin, tapi ini tidak akan menyurutkan semangatnya. Dua kaleng penuh susu dipanggulnya. Tapak demi tapak dilaluinya dengan kobaran api semangat yang membumbung tinggi. Sandal jepit tipis saksi bisu perjuangannya memenuhi nafkah keluarganya. Tetes-tetes susu yang diperasnya disulapnya menjadi sepiring nasi dengan lauk untuk keluarga di gubuk penuh bahagianya.  Langit biru menjadi saksi, sebuah perjuangan.  Gambar oleh: anggia

Kisah Musim Gugur

Menyilangkan kaki sembari bermain patera Pawana asik membelai ujung rambutnya yang tergerai Wajahnya berkisah betapa gelisah hatinya Ujung sepatu coklatnya terus bergoyang Ke kanan dan ke kiri Kepalanya terus mencari-cari Di manakah? Siapakah? Mungkinkah itu ... Yang dia tunggu?

Tugasku Menyinarinya

Malam ini kulihat dia masih seperti kemarin. Tidur berselimut di tempat tidurnya sepanjang hari. Sudah selama sepekan dia seperti ini. Dengan alat bantu pernafasan yang bertengger di atas hidung mancungnya. Wajahnya pucat, bagaikan tak ada darah yang mengalir. Bahkan di tidurnya, dia mengerang kesakitan. Ah, andai aku memiliki tangan, sudah kupeluk dia. Apalah dayaku yang hanya bertugas menyinari ruangan, setidaknya dia tidak berada dalam ruang gelap merasakan sakit di tubuhnya. Jilbab putih melekat erat di kepalanya, walau di kamar ini hanya ada dirinya, dia tak pernah menanggalkannya berlama-lama. Dia seorang gadis yang sangat menjaga diri. Sering kudengar dia melantunan ayat-ayat suci setiap malam. Tapi sepekan ini sudah tak pernah lagi. Aku sudah mengenalnya selama delapan bulan, kian hari tubuhnya kian kurus. Mungkin karena hanya infus sumber gizinya, lengannya yang penuh lebam menjadi saksi betapa sering suntikan obat diterimanya. Aku rindu senyumannya, biasanya dia tak p