Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2017

Yang Lebih Luas dari Langit?

Kupandangi aliran air yang berkelit diantara bebatuan, saling mengejar berlomba-lomba menjadi yang tercepat sampai di pantai. Mungkin mereka rindu menjadi bagian dari luasnya samudra. Tenang dan sangat bening. Hingga dasar sungai pun terlihat jelas. Warna-warni kehidupan tertangkap mataku, karunia dari Rabbku yang sangat indah. Mampu menangkap jutaan warna, mampu menangkap jutaan cerita. Dedaunan yang jatuh, menggodaku tuk menatap keatas. Menatap rerimbunan yang memayungiku dari teriknya matahari. Menatap sesosok ibu yang dengan gigih menyuapi anak-anaknya. Cuitan-cuitan penuh syukur yang mereka suarakan mengingatkanku akan telinga, karunia besar dari Rabbku. Mampu mendengar suara, suara bahagia dan suara kesedihan yang meluruhkan jiwa. Langit sungguh luas, namun nikmatMu lebih luas. Alhamdulillah....

Puisi Majas Personifikasi

Bagi yang menyukai puisi, tentunya mengenala berbagai majas yang memperkaya puisinya. Salah satunya majas personifikasi. Majas personifikasi merupakan gaya bahasa yan memberi sifat hidup pada benda mati. Contohnya: 1. Sendok menangis karena tak pernah dipakai. 2. Dedaunan berlomba-lomba sampai di tanah lebih dahulu. 3. Dll Ini salah satu contoh puisiku yang mengandung majas personifikasi Dedaunan membisu Bayu pun tertunduk lesu Alam seolah tahu Aku sedang dirundung pilu Hujan yang jatuh Mulai merayuku Memperdengarkan sebait lagu Sekadar menepis sendu Aku.... Rindu kamu Yuk, perbanyak pahami majas. Agar puisi kita lebih kaya.

Sang Idola Para Gadis Remaja

Hari ini kita akan bernostalgia, mengenang masa remaja anak 90-an yang penuh romansa. Virus-virus merah jambu selalu menjangkiti para remaja, merasakan degup jantung tak terkontrol, perut yang tiba-tiba mulas tanpa sebab, sampai wajah merah disertai bibir kelu tanpa kata. Remaja yang mana sih yang belum pernah merasakan virus ini? Membaca novel adalah salah satu hobi para gadis yang sedang berbunga-bunga. Luna Torashyngu , adalah nama yang sangat familiar di telinga para remaja kala itu. Bagaimana  tidak, berderet novel best seller karya beliau merajai toko buku nasional. Bahkan di perpustakaan umum pun akan mudah mencari karya-karya beliau. Pria kelahiran Purwokerto 13 Pebruari ini tak hanya menulis kisah-kisah romansa yang akan membuat pembacanya merasakan debar jatuh cinta atau sakitnya patah hati, namun jemarinya dengan lihai menghasilkan novel tema fantasi petualangan yang keren abis. Yang pasti akan membuat kalian penasaran banget dengan kisahnya. Puluhan judul tel

Pejuang Garda Depan

Awan nampak berarak-arakan dengan riang, mentari tersenyum menyinari dunia dengan kehangatan, angin pun berdesir lembut. Menyambut mereka yang penuh dengan semangat perjuangan, merapal hafalan di bibir-bibirnya. Mendekap kitab lusuh yang terlalu sering dibuka. Wajah-wajahnya berseri, sangat menggoda mata untuk memandang. Canda tawa mengiringi langkah-langkah mantap menuju istana ilmu. Tak sedikit yang menunduk malu, menyembunyikan paras berhiasakan wudhu. Detak tak berhenti, bulan memandang mereka yang nampak letih. Tapi enggan melepaskan kitab yang tengah diresapi. Bersandar pada dinding-dinding dingin beralaskan tikar. Suara-suara murajaah menghiasi penjuru malam, menemani alam yang senantiasa memuji Rabbnya. Sosok-sosok yang kan menjadi pejuang, berdiri di garda depan barisan perang. Dengan ilmu yang tak tergoyahkan. Itu kalian, santri. Untuk para santri --

Abadi

Engkau menatapnya dengan cinta menatapnya, terakhir kali dalam pangkuanmu dan hingga detak bergulir jutaan kali tak sedikitpun rasa itu menguap banyak jelita yang datang namun tak sedikitpun rasa itu tergantikan saat yang lain akhirnya cemburu dan berseru kamu tetap menggenggam erat hatimu rindumu tak terbendung kau bentangkan tenda di peristirahatan terakhirnya kau beberkan isi hatimu kau tumpahkan rindumu ... padanya ... Dalam rindu yang tak terbendung, 25 Oktober 2017

Mutiara Paling Indah di Dunia

Bunga-bunga merunduk malu, bahkan burung-burung diam tak bersuara. Kamu tahu kenapa, karena mereka sedang berdebar-debar mendengar sebuah kisah tentang sebuah mutiara dunia. Paling indah di dunia, yang takkan pernah kamu dapati tandingannya. Bayu mengalun lembut, membelai pipi merah basah akan airmata. Termenung menghayati, melukis dalam angannya sosok yang sangat mengagumkan, sangat dirindukan. Dialah, Khadijah. Khadijah binti Khuwaylid RA. Kaya! Sangat kaya, namun kedua tangannya, sepenuh hatinya, menyerahkan semuanya pada yang sang suami dan Tuhannya, hingga di akhir hayatnya pakaian yang membalutnya penuh dengan tambalan. Tegar, tak pernah bibirnya mengucapkan kesah. Lembut, halus tuturnya, menenangkan jiwa. Kuat, senantiasa mendukung tak pernah gentar. Salam dari Allah untuknya, kafan dari surga untuknya. Cinta yang tak lekang oleh waktu untuknya. Khadijah ...

Seikat Sesal

Tubuhnya terguyur rintik-rintik penuh rahmat. Wajahnya mendongak menatap langit sambil menyunggingkan senyum, tapi matanya tak bisa berbohong. Bulir-bulir penyesalan nenetes di pipinya, tersamarkan air hujan yang membasahi wajahnya. Kain hitam yang membalut seluruh tubuhnya. Seolah bercerita betapa dalam kesedihannya. Penyesalan terus menari di sekelilingnya, kenapa bisa ia terlambat datang. Kini tanah merah itu telah bertabur bunga. Nama yang dikenalnya tertulis pada nisan yang terpancang kokoh diatasnya. Tak kan ada lagi suara lembut yang memanggil namanya, "Nisa." Karir telah membelenggunya. Gemerlap dunia telah membutakannya. Bahkan sehari tuk merawat pribadi yang melahirkannya dia tak punya. Kini meskipun dia berteriak pada dunia, detak tak mungkin kembali. Rotasi bumi tak kan berbalik arah. Hanya mendunglah yang mengerti dia, mengiringi rasa sesalnya. "Aku bersalah!"

Sayap patah

Setiap tarikan yang mengalirkan kehidupan dalam tubuhnya Membawa makna akan rasa syukur dan cinta Darah mengalir selaras dengan detak Meniti jalan panjang, berkeliling dalam raga Sadar, dirinya tak sama dengan mereka Sayapnya tak berkembang secara sempurna Dirinya tak tegak seperti seharusnya, namun tak juga rusak Dia hanya berbeda, dia istimewa Saat mentari masih menyapanya Dia bersorak bagai pemenang Hari ini dia masih boleh berdansa dengan riangnya Walau hanya dengan sebelah sayapnya

Rindu di Tengah Hujan

Jalanan ini sudah tak seperti dulu, segalanya sudah berubah kecuali ingatanku tentangmu. Kamu tiba-tiba datang mengulurkan payung padaku. Aku hanya tertegun dan bertanya-tanya apa maumu. "Kenapa kamu tak pulang, malah duduk di sini?" tanyamu. Aku hanya acuh saja tak menanggapimu, namun kamu tak beranjak pergi dan memilih duduk denganku di trotoar. Kamu tak berhenti bercerita, sekadar ingin menemaniku melepas sepiku. Aku ingat, dulu sempat merasa malu, bagaimana tidak, payung kuningmu itu menarik setiap mata menatap kita. Tapi kamu acuh, cuek saja. Berulang kali aku memintamu untuk pulang. Tapi kamu tetep kukuh tak beranjak, alasanmu jalanan becek. Hujannya deras sekali saat itu. Aku tersenyum geli mengingat tingkahmu. Yang paling membuatku heran, setiap yang kamu pandang bisa kamu jelmakan menjadi kelakar, padahal aku belum mengenalmu saat itu, tapi aku merasa nyaman. Ah aku merasa rindu. Bolehkah rasa ini Yaa Rabb. Aku merindukan dia, di bawah gerimis hujanMu.

Emak

Gurat-gurat usia mewarnai wajahnya Keriput-keriput senja menyelimuti tubuhnya Lalu hilang! Berkat lengkungan terbit di wajahnya Alasannya? Si tole telah pulang Empat tahun sudah Akhirnya ia datang Membawa toga dan gulungan kebanggaan Mengapit buku tebal hasil perjuangan Terbayar sudah ribuan perjuangan Terbayar sudah rindu yang karatan Tangannya terbuka lebar Menyambut tole yang telah pulang Dengan senyuman yang hampir merobek wajahnya

Cerbung - Aku Ingin Berjilbab part 2

"Kak, Arum berangkat! Assalamualaikum," ujar Arum pada mbak Asih yang sedang di belakang rumah menjemur pakaian. Arum sudah mengenakan seragam barunya, putih-biru. Namun, tak ada rona bahagia di wajah ayunya. Rasa sesak mengganjal hatinya, karena keinginannya menjalankan kewajiban sebagai muslimah tak direstui oleh kakaknya. Namun, Arum tak kenal menyerah, disimpannya selembar jilbab di dalam tasnya dan sepasang penutup lengan. Sampai di persimpangan jalan, Arum memakainya sambil memandang bayangannya di kaca jendela sebuah supermarket. Arum belum berani memakainya sejak di rumah, takut mbak Asih marah lagi. Sudah sepekan Arum main kucing-kucingan dengan mba Asih seperti ini. Sebelum sampai rumah, Arum melepaskan jilbabnya. Sebenarnya Arum merasa risih, terkadang ada tatapan-tatapan heran memandangnya. Arum malu, tak khawatir akan timbul fitnah pada dirinya dan mbak Asih. Namun, keinginannya untuk berjilbab mengalahkan semua rasa itu. *** Cuitan burung terdengar bersahutan, j

Syukur

Debur ombak bergemuruh menghantam karang di tepian Camar berkejaran menikmati kebebasan alam Nyiur kelapa berdansa bersama angin Harmoni alam bak romansa percintaan Kamu duduk di tepian, beratapkan pelepah kelapa yang mengering Ditemani simphoni indah dari paruh-paruh kecil di rerimbunan menerawang jauh dalam angan terbesit lengkung dalam wajah syukur, memuji Tuhan yang menciptakan keindahan

Asal Mula Gagak Hitam

Pada zaman dahulu kala, saat semua baru saja diciptakan. Awan berarak beriringan dihembuskan angin, suara puluhan burung riuh rendah terdengar saling bersahutan. Burung hantu membuka sebuah toko pewarnaan bulu. Berita pembukaan tokonya terdengar sampai seberang. Burung-burung dari seantero negeri berduyun-duyun datang untuk mewarnai bulunya. Gagak adalah salah satu burung yang mendengar kabar itu. Langsung saja sang gagak terbang ke toko burung hantu. "Hai burung hantu, aku juga ingin mewarnai bulu putihku ini."ujar burung gagagak pada burung hantu. "Baiklah, ayo masuk!" ajak burung hantu. "Tapi aku tak mau kau samakan dengan burung-burung rendahan itu. Aku mau warnanya yang berbeda, yang akan membuat siapapun menoleh saat aku melintas. Yang jelas bukan warna hitam, nanti aku akan dianggap sebagai pertanda kematian," ujar gagak dengan angkuh. Burung hantu menawarkan semua pilihan warna yang ada pada gagak, namun gagak melihat semua warna itu sudah

Jerat Kegundahan

Berdiri tegakkah aku? Atau aku limbung? Sudah majukah aku? Atau justru mundur teratur? Kukatakan pada mereka Aku! Aku berubah Ya! Aku pada mereka Berkaca Siapa di cermin itu? Benarkah itu aku bukan dia Dia yang terjerat dalam kubangan Dia yang terlena Benarkah? Itu aku? Katakan! Adakah kau melihat dia di dalam aku? Benarkah? Sudahkah aku?

Nikmatnya Kesederhanaan

"Lapar ... Bu, lauknya habis ya?" tanyaku sambil menatap meja makan yang kosong. "Iya, di kulkas ada ikan. Goreng saja sebentar,"sahut ibu dari dalam kamarnya. Kubuka kulkas, melihat ikan yang disarankan ibu. "Ah, sedang tidak ingin makan ikan, goreng telur saja deh," pikirku sambil mengambil telur putih, telur ayam kampung yang pasti baru diambil ibu dari kandang di samping rumah. Ibu memang memelihara ayam, lumayan katanya, kalau-kalau ingin makan ayam tinggal potong. Asyik memerhatikan isi kulkas, plastik berisi bumbu pecel menarik perhatianku. Makan telur goreng sama bumbu pecel akan lebih nikmat. Sambil menggoreng telur, tiba-tiba aku teringat. Di pojok teras rumah ada beberapa polybag  yang tak lama lalu diisi dengan bibit sawi oleh bapak. Langsung saja aku menengok ke teras rumah. Senyum langsung mengembang di wajahku. "Aha! Sudah bisa dipanen. Alhamdulillah, bisa dipakai teman makan nih!" Langsung saja, aku petik beberapa lemb

Waktunya Kita berdamai

Sahabat, Tentulah setiap pribadi memiliki masa lalu. Apalagi seseorang yang sedang menapaki jalan hijrah seperti kita ini. Kita yang berusaha melewati jembatan pembatas antara kelamnya masa lalu menuju masa depan penuh cahaya. Setiap orang memiliki kisahnya masing-masing. Setiap orang memiliki kelamnya sendiri. Janganlah kau jadikan beban dalam hati kisah masa lalu itu. Yakinlah, kita memiliki Allah Yang Maha Pengampun. Dosa kita seluas samudra, bahkan setinggi gunung pun akan diampuni-Nya. Sahabat, Tentulah engkau mengenal Umar bin Khattab. Siapa yang tidak tahu tentang kisah "Sang Singa Padang Pasir". Bagaimana pertaubatan yang hebat beliau laksanakan. Kisah hijrah yang sangat menggetarkan. Beliau menjadi seorang yang sangat lembut hatinya, padahal beliau dulu quraisy yang sangat bengis. Seseorang yang sangat membenci Islam berbalik sangat memcintai Islam dengan sepenuh hatinya. Allah lah yang Maha Membolakbalikan hati. Jangan pernah berputus asa akan rahmat-Nya. Ya

Puisi - Bunga

Duduk sendiri di tepian memandang riak yang tenang bunga yang tertunduk berwajah sendu berlari angan pada masa lalu tiada kisah tanpa koma tiada kisah tanpa seru serupa dengan larik larik rindu Tanya di setiap akhirnya Biarkan saja dia Bunga dengan serpihan rasa tak menentu Penantian tiada berujung Pada awan kering yang berlalu Malang, 13 oktober 2017

Prosa - Memutar waktu

Malam ini bulan tak menampakkan dirinya, bahkan satu bintangpun tak ada yang berkelip. Sungguh gelap. Suara jangkrik bersahut-sahutan di balik rimbunnya ilalang, sesekali terdengar suara kodok memecah kesunyian. Makin hari makin sunyi, padahal banyak kendaraan berlalu lalang namun tak bagi hatiku. Pikiranku melayang, kembali kuingat punggung bapak yang kutatap pagi tadi, sekelebat wajah ibu yang penuh peluh menghujam dalam anganku. Bagaimana bisa di usia mereka yang tak lagi muda padahal dikelilingi anak-anak yang telah dewasa, namun mereka masih saja berjuang. Angin malam menyadarkanku dari lamunan, daun daun di halaman tampak bergoyang-goyang karena terpaannya. Angin di Bulan Oktober memang lebih kencang daripada biasanya. Kueratkan jaketku, sekadar menambah kehangatan menghalang udara malam. Seandainya mesin waktu itu ada, seperti yang dimililki doraemon dan sering digunakan nobita. Aku mungkin akan segera menaikinya, memutar waktu, kembali ke masa aku sekolah. Aku akan temui

Cerbung - Aku Ingin Berjilbab

Jam di ruang keluarga berdentang sebanyak tujuh kali. Pertanda sudah jam tujuh malam. Tapi mbak Asih masih saja belum beranjak dari mesin jahitnya, seolah pekerjaannya tak akan selesai jika ditinggalkannya barang sesaat. Arum ragu-ragu ingin menghampiri sang kakak, takut mengganggu konsentrasi mbak Asih yang sedang asyik membuat sebuah karya. Ya, mbak Asih, kakaknya adalah seorang penjahit. Demi menghidupi dirinya dan Arum, mbak Asih belum melanjutkan kuliah, sejak bapak dan ibunya meninggal dalam kecelakaan kapal laut. Arum memegang erat kresek hitam yang membungkus kain seragam barunya. Arum baru seminggu reami menjadi siswi SMP terkemuka di kotanya, berkat kecerdasannya, Arum mendapatkan beasiswa sehingga meringankan biaya yang harus ditanggung sang kakak. "Kak,"panggil Arum ragu-ragu. Mbak Asih tidak menyahut, sepertinya konsentrasinya belum terpecah sehingga tidak mendengar panggilan Arum. "Kak," panggil Arum lagi. "Iya ... Ada apa Rum," tany

Fiksi Mini - Skenario terbaik dari Nya

Secangkir kopi hangat yang baru saja kuseduh kini tinggal setengah. Karibku ini memang suka sekali dengan kopi, baginya meminum kopi sama seperti meminum air. Padahal kenikmatan meminum kopi adalah bagaimana kamu menikmati setiap teguknya. Rasa pahit getir bercampur asam dan manis, tentu saja ini hanya akan dimengerti oleh seorang penikmat kopi sejati. Tentu saja, Ilham lelaki berkacamata yang sudah kukenal sedari SMA ini bukan salah satu dari mereka dia hanya menyukainya. "Mal, jadi apa sesungguhnya yang ingin kamu katakan?"tanyanya tak sabar sambil menyeruput kopinya untuk kesekian kali. Memang benar, malam ini aku mengundangnya kemari untuk menceritakan sesuatu yang telah mengganjal hatiku sejak lama. Aku ingin meminta pendapatnya, ah tidak, lebih tepatnya aku ingin meminta dukungannya. Aku telah lama, menyimpan rahasia ini darinya, dari semua orang, hanya Allah lah tempatku bercerita selama ini. Tapi aku kini yakin, aku ingin mengajaknya menemaniku pergi ke rumah

Tentang Kamu? Bukan

Ini bukan tentang kamu ini hanya sebuah cerita tentang sebuah tangan yang tak boleh kugenggam tangan yang kusaksikan, indah dengan cincin di jari manisnya ini tentu bukan tentang kamu ini hanya tentang sebuah nama yang terus kugemakan dalam sepertiga malam namun harus kurelakan, kubaca dalam sebuah undangan tentu saja ini bukan tentang kamu yang senyumnya kulukiskan dalam-dalam berharap akan kusimpan dalam sandingku ternyata pemiliknya kini telah ada, karibku

Mimpi, Usaha dan Batu

Daun-daun bergemeresak diterpa angin yang berhembus sepoi-sepoi. Aku duduk di bawah rindang pohon mangga halaman rumah sambil membaca buku yang kemarin aku pinjam di perpustakaan kota. Perpustakaan di kotaku cukup lengkap, banyak koleksi buku yang bisa kita pinjam dengan gratis. Mulai dari buku pengetahuan, karya sastra bahkan komik pun ada. Tak terlihat sosok matahari, awan mendung menutupinya. Mungkin sebentar lagi akan turun hujan, sebaiknya aku melanjutkan membaca buku di dalam rumah saja. Tak lama aku masuk rumah, hujan tiba-tiba deras mulai. Syukur aku tidak terlambat masuk rumah, kalau tidak, celaka, bisa basah bukuku nanti. Buku pinjaman ini harus aku jaga dengan baik apalagi ini salah satu referensi untuk karya tulis yang akan aku ikutkan dalam kompetisi nasional. Jika aku bisa memenangkan kompetisi itu, aku bisa menambah koleksi sertifikat yang akan memudahkanku untuk mendapat beasiswa kuliah di universitas ternama di luar negeri. Bukan karena universitas dalam negeri kuran

Tembok Sang Penulis

Kala jemari mulai lelah Melody tak lagi terdengar Jejak di atas putih pun tak nampak Indah kata tak lagi ada Tembok terbentuk Tinggi Sulit didaki Bukan karna tak mampu Namun karna tak mau Banyak Banyak di sana pelangi Banyak di sana rinai hujan Yang akan memberi sejuta kata Terkungkung selimut lebih nikmat Daripada menarikan jemari Padahal mentari telah memanggilmu Dari balik tembok tinggi itu Bangunlah kamu!

Dialah yang akan menjadi saksimu

Saudariku Apa kabarmu hari ini? Bagaimana kabar jilbabmu hari ini? Masihkah ia menjadi mahkotamu? Saudariku Ingatkah masa awal kamu mengenakannya? Betapa rasa bahagia memenuhi hatimu Saudariku Ingatkah kamu tentang perjuanganmu mengenakannya? Saat mata-mata tak menatapmu lagi dengan pandangan yang sama Saat tak semua menerimamu dengan tangan terbuka Saudariku Ingatlah, tenanglah Selembar kain polos ini yang akan menjadi saksi Saksi kepatuhanmu kepada Rabb mu Saksi bahwa kamu seorang muslimah umat Rasulullah SAW Saudariku Jagalah mahkotamu Hiaslah mahkotamu dengan kesederhanaan Jangan biarkan setan menghiasinya dengan kefanaan

Ukhuwah Dalam Jarak

Ini aku Yang diam diam menyimpanmu di setiap sujudku Tersenyum saat membaca pesanmu Walau tanpa hadirmu Terasa hangat bagai dalam pelukan Ini aku Dalam diam tersenyum senang Bersyukur pada Allah akan hadirnya kenikmatan Bertemu kamu dalam balutan kasih sayang Antar saudari yang tak pernah bertemu pandang Ini aku Yang ikhlas tak bersua denganmu sekarang Namun satu pintaku yang pasti Agar kau dan aku bertemu di jannah dalam ikatan ukhuwah keabadian

Lukisan terindah di dunia

Aku tengah berjalan sambil menuntun sepedaku menuju rumah, rasanya penat sekali setelah seharian berurusan dengan pekerjaan di kantor. Jarum jam tanganku menunjukkan pukul lima sore. Tampak semburat jingga di langit "ah, senja yang indah", ucapku dalam hati. Memang setiap orang yang melewati jalan setapak ini pasti berdecak kagum melihatnya. Bagaimana tidak, para petani di desaku sungguh rapi menata kebunnya. Sayur-mayur berderet rapi berwarna-warni, ditambah lagi pesona langit berwarna jingga di kala senja seperti ini. Sesekali terdengar kicau burung di balik pepohonan, suasana yang sungguh menenangkan. Dari kejauhan tampak ibu dan bapak yang sudah tua berjalan beriringan. Nampaknya mereka baru turun dari kebunnya. Walaupun usia mereka nampaknya sudah lebih dari setengah abad mereka tetap saja terlihat semangat. Sambil berbincang dan sesekali tertawa mereka berjalan menuruni bukit. Rasa malu melingkupiku, bagaimana bisa aku yang muda seperti ini kalah bersemangat dengan

Rumah orang tak seasyik rumah sendiri

Kota Malang terkenal dengan kesejukan udaranya dan ragam kulinernya. Siapapun pasti jatuh cinta dengan kota Malang. Tak terkecuali gadis manis ini, asli kelahiran Malang tahun 1993. Sejak kecil hingga lulus SMK, gadis yang akrab disapa Anggi ini bersekolah di kota kelahirannya, Malang. Di usia delapan belas tahun, mulai lah rasa penasaran hidup mandiri jauh dari keluarga mulai merasuki jiwanya, Anggi memulai pengelanaannya, bekerja di Surabaya. Empat tahun di Surabaya. Ibu kota Provinsi Jawa Timur yang berbeda sekali suhu dan budayanya dengan Malang. Anggi belajar bagaimana hidup mandiri itu. Sifatnya yang supel dan ramah, menjadikannya mudah bergaul dan mendapat banyak teman. Selama di Surabaya banyak ilmu yang di dapatkan, ilmu dunia kerja pun ilmu bersosialisasi. Tak sedikit dia bertemu dengan banyak orang yang berasal dari daerah, Bojonegoro, Trenggalek, Ngawi, Mojokerto bahkan ada yang dari Nusa Tenggara. Bekerja di tempat yang sama dalam satu perusahaan. Anggi mulai belajar