Cerbung - Aku Ingin Berjilbab

Jam di ruang keluarga berdentang sebanyak tujuh kali. Pertanda sudah jam tujuh malam. Tapi mbak Asih masih saja belum beranjak dari mesin jahitnya, seolah pekerjaannya tak akan selesai jika ditinggalkannya barang sesaat. Arum ragu-ragu ingin menghampiri sang kakak, takut mengganggu konsentrasi mbak Asih yang sedang asyik membuat sebuah karya. Ya, mbak Asih, kakaknya adalah seorang penjahit. Demi menghidupi dirinya dan Arum, mbak Asih belum melanjutkan kuliah, sejak bapak dan ibunya meninggal dalam kecelakaan kapal laut.


Arum memegang erat kresek hitam yang membungkus kain seragam barunya. Arum baru seminggu reami menjadi siswi SMP terkemuka di kotanya, berkat kecerdasannya, Arum mendapatkan beasiswa sehingga meringankan biaya yang harus ditanggung sang kakak.

"Kak,"panggil Arum ragu-ragu.
Mbak Asih tidak menyahut, sepertinya konsentrasinya belum terpecah sehingga tidak mendengar panggilan Arum.

"Kak," panggil Arum lagi.
"Iya ... Ada apa Rum," tanya mbak Asih tanpa mengalihkan pandangannya.
"Ini Arum dapat kain seragam untuk di jahit."
"Taruh saja di meja, nanti mbak jahitkan, ukurannya masih sama dengan seragam SD mu kan, atau mau diukur ulang?"

Arum tidak menjawab kakaknya, dia beranjak mendekati kakaknya.
"Ukur ulang kak, Arum ingin berseragam panjang, Arum ingin memakai jilbab."

Mbak Asih terkesiap, segera dipandangnya wajah Arum lekat. Mencari roman bercanda di wajah adiknya itu. Arum yang selama ini lekat dengan tabiat tomboy nya mengatakan ingin memakai jilbab. Bahkan pohon mangga Pak Haji sudah khatam dia panjat, bersisir pun dia jarang-jarang. Tapi tak ditemukan roman itu, hanya ada kesungguhan di wajah adiknya itu, tapi rasa ragu masih menggelayuti hatinya. Mungkin ini hanya karena jilbab sedang menjadi tren fashion.

"Ah, tak perlu lah Rum. Kamu pakai yang biasa aja," ujar mbak Asih cuek sambil melanjutkan acara menjahitnya.
"Mbak, Arum serius!" ucap Arum tegas, matanya berkilat keteguhan.

Mbak Asih menoleh, menatap Arum lekat, dipegangnya pundak adik kesayangannya itu.
"Arum, kamu tau kan perihal jilbab tak bisa main-main. Mbak nggak pingin kamu hanya ikut-ikutan tren yang ada. Nanti kalau kamu bosan, kamu lepas itu jilbab," ujar mba Asih serius.
"Arum nggak main-main mbak, Arum serius."
"Sudahlah Arum, kamu masih labil. Lagipula kain ini tak cukup jika dijahit untuk seragam berjilbab. Sebaiknya kamu masuk kamar, tidurlah, kamu lelah."

Mata Arum berkaca-kaca, dia tak mengerti dengan kata apa dia harus menjelaskan kesungguhannya ingin memakai jilbab. Arum masuk kamar dengan dada yang seaak, menahan linangan air mata yang sudah memenuhi kantong matanya.

-Bersambung-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jadi Blogger Profesional bersama ODOP Blogger Squad

Ganti Domain Blog-mu jadi .com dengan Mudah

Beri Makan Kucingmu dengan satu klik dari Handphonemu dengan Bardi Smart Pet Feeder!