Seikat Sesal
Tubuhnya terguyur rintik-rintik penuh rahmat. Wajahnya mendongak menatap langit sambil menyunggingkan senyum, tapi matanya tak bisa berbohong. Bulir-bulir penyesalan nenetes di pipinya, tersamarkan air hujan yang membasahi wajahnya.
Kain hitam yang membalut seluruh tubuhnya. Seolah bercerita betapa dalam kesedihannya. Penyesalan terus menari di sekelilingnya, kenapa bisa ia terlambat datang.
Kini tanah merah itu telah bertabur bunga. Nama yang dikenalnya tertulis pada nisan yang terpancang kokoh diatasnya. Tak kan ada lagi suara lembut yang memanggil namanya, "Nisa."
Karir telah membelenggunya. Gemerlap dunia telah membutakannya. Bahkan sehari tuk merawat pribadi yang melahirkannya dia tak punya. Kini meskipun dia berteriak pada dunia, detak tak mungkin kembali. Rotasi bumi tak kan berbalik arah. Hanya mendunglah yang mengerti dia, mengiringi rasa sesalnya.
"Aku bersalah!"
Kain hitam yang membalut seluruh tubuhnya. Seolah bercerita betapa dalam kesedihannya. Penyesalan terus menari di sekelilingnya, kenapa bisa ia terlambat datang.
Kini tanah merah itu telah bertabur bunga. Nama yang dikenalnya tertulis pada nisan yang terpancang kokoh diatasnya. Tak kan ada lagi suara lembut yang memanggil namanya, "Nisa."
Karir telah membelenggunya. Gemerlap dunia telah membutakannya. Bahkan sehari tuk merawat pribadi yang melahirkannya dia tak punya. Kini meskipun dia berteriak pada dunia, detak tak mungkin kembali. Rotasi bumi tak kan berbalik arah. Hanya mendunglah yang mengerti dia, mengiringi rasa sesalnya.
"Aku bersalah!"
Sedih banget bacanya....
BalasHapushehe, alhamdulillah tersalurkan rasanya
Hapusbanyak hikmah yg bisa diambil
BalasHapushehe, alhamdulillah ;)
Hapus