Fiksi Mini - Skenario terbaik dari Nya

Secangkir kopi hangat yang baru saja kuseduh kini tinggal setengah. Karibku ini memang suka sekali dengan kopi, baginya meminum kopi sama seperti meminum air. Padahal kenikmatan meminum kopi adalah bagaimana kamu menikmati setiap teguknya. Rasa pahit getir bercampur asam dan manis, tentu saja ini hanya akan dimengerti oleh seorang penikmat kopi sejati. Tentu saja, Ilham lelaki berkacamata yang sudah kukenal sedari SMA ini bukan salah satu dari mereka dia hanya menyukainya.

"Mal, jadi apa sesungguhnya yang ingin kamu katakan?"tanyanya tak sabar sambil menyeruput kopinya untuk kesekian kali.

Memang benar, malam ini aku mengundangnya kemari untuk menceritakan sesuatu yang telah mengganjal hatiku sejak lama. Aku ingin meminta pendapatnya, ah tidak, lebih tepatnya aku ingin meminta dukungannya. Aku telah lama, menyimpan rahasia ini darinya, dari semua orang, hanya Allah lah tempatku bercerita selama ini. Tapi aku kini yakin, aku ingin mengajaknya menemaniku pergi ke rumah seorang gadis yang namanya telah kubawa dalam setiap sujudku di sepertiga malam. Zahra namanya, gadis manis yang dulu pernah menjadi adik kelasku dan Ilham sebelum akhirnya pindah ke Jogja, menemani neneknya. Dua bulan yang lalu aku melihatnya telah kembali ke rumah orangtuanya, sebelum aku bertugas di luar kota, dia dan aku bertetangga satu perumahan. 

Aku masih memilih kata-kata yang tepat untuk menyampaikannya pada Ilham. Rasa malu ini menggelayut di hatiku, tak kubayangkan bagaimana dia akan menggodaku, karena aku tak pernah membahas gadis bersamanya.

"Ah iya, jadi ingat!" tiba-tiba Ilham berseru, seolah mengingat sesuatu yang besar.
"Kenapa Il?" tanyaku heran.
"Sebenarnya aku memiliki kabar gembira, sudah lama sih, tapi karena kamu di luar kota, jadi aku tunggu kamu pulang," ujar Ilham sambil tersenyum.

Ilham mengeluarkan sesuatu dari tasnya, lalu menyerahkannya padaku. Sebuah undangan. Dia tersenyum menampakkan giginya, senang berhasil membuatku terkejut.

"Undangan apa nih?" kataku menggodanya.
"Buka dong," ujarnya.

Bagai tersengat listrik, hampir-hampir aku terjengkang karena kaget membaca nama yang tertera dalam undangan ini. Nama Zahra bersanding nama Ilham. Sejak kapan, kenapa aku tak tahu tentang ini. Bagaimana bisa, nama yang setiap malam aku bawa dalam sujudku bersanding nama kawan karibku.

"Sebenarnya, saat kamu dinas di luar kota kemarin, abah dan ummi menjodohkanku dengan anak temannya. Tak kusangka ternyata itu Zahra. Saat membaca CV nya aku sangat terkejut, ternyata benar Mal, jodoh itu bisa jadi di sekitar kita, "ujar Ilham. Wajahnya nampak sangat berseri-seri. 

Ah, betapa tiba-tiba dadaku sesak, bahkan untuk tersenyum dan menyelamati karibku ini aku merasa tak sanggup. Kata-kata yang tadi kususun untuk bercerita padanya tercekat di kerongkonganku, menambah kesulitanku untuk bernafas. Aku hanya mampu tersenyum kecut untuk melegakannya.
Jadi ternyata dua bulan lalu saat aku melihat Zahra di rumahnya itu untuk dijodohkan dengan Ilham. Ah, lihatlah bagaimana Allah menuliskan skenario yang tidak pernah duga. Seseorang yang bahkan namanya telah kubawa di setiap doa, jika memang bukan untukku, maka tidak akan menjadi milikku. Ternyata kisah yang lebih baik, sahabatku lah yang akan menjaganya. 

Inilah saat bagiku menunjukkan bagaimana sikap ikhlas menerima takdirNya. Menerima apa yang telah Dia gariskan untukku, dan tersenyum tanpa beban. Karena inilah yang terbaik untuk kami. Walau tentu saja beban di hati ini tak akan dengan mudah menghilang.

"Selamat ya Ilham, Barakallah. Insyaa Allah aku akan hadir sebagai saksi kalian," ujarku dengan tulus.
"Tentu saja, kamu harus hadir," Ilham memukul pelan bahuku," Jadi apa yang ingin kamu sampaikan padaku Mal?"

Ah, aku harus segera memilih sebuah cerita untuk menggantikan ceritaku yang sesungguhnya ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jadi Blogger Profesional bersama ODOP Blogger Squad

Ganti Domain Blog-mu jadi .com dengan Mudah

Beri Makan Kucingmu dengan satu klik dari Handphonemu dengan Bardi Smart Pet Feeder!