Rumah orang tak seasyik rumah sendiri
Kota Malang terkenal dengan kesejukan udaranya dan ragam kulinernya. Siapapun pasti jatuh cinta dengan kota Malang. Tak terkecuali gadis manis ini, asli kelahiran Malang tahun 1993.
Sejak kecil hingga lulus SMK, gadis yang akrab disapa Anggi ini bersekolah di kota kelahirannya, Malang. Di usia delapan belas tahun, mulai lah rasa penasaran hidup mandiri jauh dari keluarga mulai merasuki jiwanya, Anggi memulai pengelanaannya, bekerja di Surabaya.
Empat tahun di Surabaya. Ibu kota Provinsi Jawa Timur yang berbeda sekali suhu dan budayanya dengan Malang. Anggi belajar bagaimana hidup mandiri itu. Sifatnya yang supel dan ramah, menjadikannya mudah bergaul dan mendapat banyak teman.
Selama di Surabaya banyak ilmu yang di dapatkan, ilmu dunia kerja pun ilmu bersosialisasi. Tak sedikit dia bertemu dengan banyak orang yang berasal dari daerah, Bojonegoro, Trenggalek, Ngawi, Mojokerto bahkan ada yang dari Nusa Tenggara. Bekerja di tempat yang sama dalam satu perusahaan. Anggi mulai belajar memahami orang dari asal yang berbeda-beda. Bahasa yang berbeda, kebiasaan yang berbeda dan agama yang juga berbeda.
Berada di perantauan dan menjalani hidup jauh dari keluarga menciptakan momen-momen tak terlupakan bagi Anggi. Serumah sewa dengan orang asing, menyesuaikan sikap agar tidak saling merasa nyaman satu sama lain, asyiknya sekedar menikmati kopi di tepi jalan sambil bercengkerama, sungguh asyik. Namun Anggi juga merasakan bagaimana rasanya sakit tanpa ibu yang perhatian, bagaimana sepinya sahur seorang diri, bagaimana harus bertanggung jawab akan dirinya sendiri.
Bagaimanapun bahagianya hidup di perantauan, tak pernah menyurutkan rasa rindu akan rumah. Seenak-enaknya makanan restoran tak meghilangkan keinginan makan tempe goreng buatan ibunya. Merasa cukup dengan masa perantauannya, Anggi memutuskan kembali ke rumah. Mulai mencari pekerjaan di Malang, dan dekat dengan keluarga.
Seasyik-asyiknya rumah orang, tak seasyik rumah sendiri.
Sejak kecil hingga lulus SMK, gadis yang akrab disapa Anggi ini bersekolah di kota kelahirannya, Malang. Di usia delapan belas tahun, mulai lah rasa penasaran hidup mandiri jauh dari keluarga mulai merasuki jiwanya, Anggi memulai pengelanaannya, bekerja di Surabaya.
Empat tahun di Surabaya. Ibu kota Provinsi Jawa Timur yang berbeda sekali suhu dan budayanya dengan Malang. Anggi belajar bagaimana hidup mandiri itu. Sifatnya yang supel dan ramah, menjadikannya mudah bergaul dan mendapat banyak teman.
Selama di Surabaya banyak ilmu yang di dapatkan, ilmu dunia kerja pun ilmu bersosialisasi. Tak sedikit dia bertemu dengan banyak orang yang berasal dari daerah, Bojonegoro, Trenggalek, Ngawi, Mojokerto bahkan ada yang dari Nusa Tenggara. Bekerja di tempat yang sama dalam satu perusahaan. Anggi mulai belajar memahami orang dari asal yang berbeda-beda. Bahasa yang berbeda, kebiasaan yang berbeda dan agama yang juga berbeda.
Berada di perantauan dan menjalani hidup jauh dari keluarga menciptakan momen-momen tak terlupakan bagi Anggi. Serumah sewa dengan orang asing, menyesuaikan sikap agar tidak saling merasa nyaman satu sama lain, asyiknya sekedar menikmati kopi di tepi jalan sambil bercengkerama, sungguh asyik. Namun Anggi juga merasakan bagaimana rasanya sakit tanpa ibu yang perhatian, bagaimana sepinya sahur seorang diri, bagaimana harus bertanggung jawab akan dirinya sendiri.
Bagaimanapun bahagianya hidup di perantauan, tak pernah menyurutkan rasa rindu akan rumah. Seenak-enaknya makanan restoran tak meghilangkan keinginan makan tempe goreng buatan ibunya. Merasa cukup dengan masa perantauannya, Anggi memutuskan kembali ke rumah. Mulai mencari pekerjaan di Malang, dan dekat dengan keluarga.
Seasyik-asyiknya rumah orang, tak seasyik rumah sendiri.
Komentar
Posting Komentar