Tugasku Menyinarinya

Malam ini kulihat dia masih seperti kemarin. Tidur berselimut di tempat tidurnya sepanjang hari. Sudah selama sepekan dia seperti ini. Dengan alat bantu pernafasan yang bertengger di atas hidung mancungnya.

Wajahnya pucat, bagaikan tak ada darah yang mengalir. Bahkan di tidurnya, dia mengerang kesakitan. Ah, andai aku memiliki tangan, sudah kupeluk dia. Apalah dayaku yang hanya bertugas menyinari ruangan, setidaknya dia tidak berada dalam ruang gelap merasakan sakit di tubuhnya.

Jilbab putih melekat erat di kepalanya, walau di kamar ini hanya ada dirinya, dia tak pernah menanggalkannya berlama-lama. Dia seorang gadis yang sangat menjaga diri. Sering kudengar dia melantunan ayat-ayat suci setiap malam. Tapi sepekan ini sudah tak pernah lagi.

Aku sudah mengenalnya selama delapan bulan, kian hari tubuhnya kian kurus. Mungkin karena hanya infus sumber gizinya, lengannya yang penuh lebam menjadi saksi betapa sering suntikan obat diterimanya.

Aku rindu senyumannya, biasanya dia tak pernah melepas senyum dari wajah mungilnya. Aku yang baru mengenalnya saja merasa seperti ini, bagaimana dengan ibunya, tertidur di kursi samping ranjang dengan gurat kelelahan yang nyata di wajahnya. Beliau menangis sepanjang waktu, sang ayah sesekali datang dengan gurat wajah yang sama, jas yang membalut tubuhnya tidak nampak keren jika dipadukan dengan aura kelesuan yang sangat ketara.

Aku hanya bisa diam sambil berdoa,  senyuman gadis ini segera kembali. Agar aku bisa melihat senyumnya dan mendengar lantunan merdu di setiap malam lagi. Dan melaksanakan tugasku dengan sebaik-baiknya, menyinari mereka agar tak dirundung kegelapan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jadi Blogger Profesional bersama ODOP Blogger Squad

Ganti Domain Blog-mu jadi .com dengan Mudah

Beri Makan Kucingmu dengan satu klik dari Handphonemu dengan Bardi Smart Pet Feeder!