Dua Jiwa

Syahdu lantunan ayat-ayat suci memenuhi ruangan besar di dalam masjid. Kepala-kepala menunduk dalam menghayati. Nana menatap berkeliling, berusaha tak melewatkan hal sekecil apapun seperti yang dipesankan Mbak Ria sebelum acara di mulai. Sekarang ini dia sedang berada di tengah acara Ruqyah Syari Akbar yang digelar komunitas yang kuikuti.

"Na, nanti tolong perhatikan setiap peserta yang hadir ya. Jika ada yang bereaksi segera minta ke depan. Ustadzah yang lain akan membantunya," wanita berkacamata dan berparas ayu menatap Nana serius.

"Tapi mbak, aku takut kalau aku diapa-apain," air mukanya berubah keruh menanggapi amanah Mbak Ria, dadanya berdegup kencang membayangkan hal-hal menakutkan.

Lirih, mbak Ria tertawa geli, "diapa-apain gimana to dek, nggak bakalan. Kamu kebanyakan nonton film horor. Sudah percaya aja sama mbak, tolong ya. Mbak ke depan dulu," mbak Ria berjalan meninggalkan Nana yang gelisah, bergabung bersama enam ustadzah yang lain. Bersiap membantu para peserta yang mungkin akan bereaksi selama prosesi ruqyah nantinya.

Sudah sepuluh menit berjalan, kepala-kepala itu masih tertunduk khusyuk menikmati alunan ayat-ayat suci yang dilantunkan salah seorang panitia acara. Lantunan bacaannya meresap dalam jiwa, menggetarkan. Tiba-tiba di pojok ruangan ada seseorang yang mengangkat tangannya, bibirnya mengucapkan 'Tolong' tanpa suara, jantung Nana mulai berdegup kencang, kakinya berat untuk dilangkahkan, ketakutan menderanya. Teringat pesan Mbak Ria, dihalaunya perasaan itu. Nana segera berjalan lincah melewati peserta yang lain, "permisi, maaf lewat."

"Kenapa mbak," tanyaku setelah sampai di tempat peserta yang tadi memanggilnya.
"Ini mbak, temen saya muntah-muntah semenjak dibacakan ayat-ayat tadi," gadis berjilbab ungu nampak khawatir sambil memegang pundak sahabatnya. Di sebelahnya, seorang gadis berjilbab hitam sedang memegang kantong kresek, muntah. Dadanya sesak, wajahnya tegang.

Nana memegang lembut tangan gadis berjilbab hitam, "siapa namanya mbak?" Nana menoleh pada gadis tadi.
"Zakia mbak, saya Zulfa," Zulfa gadis berjilbab ungu tadi masih nampak cemas, keringat nampak membasahi dahinya.

"Mbak Zakia, kita ke depan yuk, ada ustadzah yang akan membantu," ujar Nana memegang lembut tangan Zakia yang nampak lemas. Tiba-tiba tangan Nana ditampik, mata Zakia nyalang menatapnya. "Siapa kamu! Jangan ikut campur!" tatapan Zakia tajam menghujam Nana.


Gusar, Nana beringsut mundur. Mengapa wajah pucat yang tadi lemas itu berubah menakutkan seolah membencinya. Apakah ajakannya untuk maju ke tempat para ustadzah di depan sangat mengganggunya, inikah yang namanya kesurupan. Berbagai pertanyaan memenuhi pikiran Nana.


-bersambung-

#30dwc #day6 #onedayonepost

Komentar

  1. Belajar dari senior para peroqi

    BalasHapus
  2. Aku pernah ikut kajian ruqyah massal. Ngeri juga reaksi-reaksi yang dihasilkan.

    BalasHapus
  3. Saya pernah ngebantu ustadz meruqyah juga, saya kaget waktu itu pasien (kebetulan perempuan makanya ustad mnt bantuan saya) bereaksi dan dengan mata terbelalak menatap saya, dengan suara yg terdengar sekali marah dan sesekali tertawa, namun skrg beliau sdh meninggal dunia.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jadi Blogger Profesional bersama ODOP Blogger Squad

Ganti Domain Blog-mu jadi .com dengan Mudah

Beri Makan Kucingmu dengan satu klik dari Handphonemu dengan Bardi Smart Pet Feeder!