Pejuang Emas Hitam
Hitam kopi di cangkirnya sehitam kulit yang membalut tubuhnya. Sehitam emas yang ditambangnya, sehitam peluh yang bergulir di pipinya dan sehitam manik matanya.
Matahari sedang bersuka ria, sinarnya terang-benderang namun tak dengan pikiran lelaki yang terduduk dalam bimbang. Kalut di dalam kepalanya, sesak dalam dadanya.
"Pak, besok adek harus bayar spp nunggak tiga bulan."
Ditatapnya tajam sumur tua peninggalan sang menir. Kaki tiga menjulang ke angkasa, dengan timba yang meneteskan lantung-lantung berharga. Diesel tua batuk berasap dimakan usia. Makin kering, senada dengan kantongnya.
"Ah, Tuhan rubahlah rindang dedaunan ini jadi uang."
Matahari sedang bersuka ria, sinarnya terang-benderang namun tak dengan pikiran lelaki yang terduduk dalam bimbang. Kalut di dalam kepalanya, sesak dalam dadanya.
"Pak, besok adek harus bayar spp nunggak tiga bulan."
Ditatapnya tajam sumur tua peninggalan sang menir. Kaki tiga menjulang ke angkasa, dengan timba yang meneteskan lantung-lantung berharga. Diesel tua batuk berasap dimakan usia. Makin kering, senada dengan kantongnya.
"Ah, Tuhan rubahlah rindang dedaunan ini jadi uang."
Lelaki gagah penuh semangat luar biasa.
BalasHapusayah yang teguh
BalasHapus