Mekar dalam Simpang part 3
Part 3
Rania berdiri di depan cermin
kamarnya, mematut diri memperhatikan detail pakaiannya. HAri ini merupakan hari
pertamanya sejak diterima kerja di sebuah perusahaan konstruksi bangunan
sebagai konsultan interior. Sebenarnya Rania akan melanjutkan pendidikannya
untuk mengejar gelar master, tapi setelah memikirkan dan mendiskusikan dengan
ayah serta ibu, Rania menunda dulu sekolahnya. Karenanya Rania memutuskan untuk
bekerja dahulu mengisi waktunya. Penampilan Rania kini berbeda dengan dahulu
saat SMA. Pakaiannya menjadi lebih syari, sesuai dengan syariat. Bersyukur,
perusahaan yang menerima Rania bekerja tak mempermasalahkan penampilan Rania.
Ayah dan ibu sungguh bahagia
dengan perubahan Rania, memang selama di Yogyakarta Rania sering mengikuti
kajian di sela waktu luangnya. Banyak hal yang dipelajari Rania, termasuk
dengan status hubungan sebelum halal yang sejak lama mengganggu pikirannya.
Namun Rania masih belum bisa tegas memutuskan.
Setelah yakin dengan
penampilannya Rania turun ke ruang makan untuk sarapan bersama dengan ayah dan
ibu. Tampak jejeran makanan di meja makan membuat perut Rania keroncongan, dia
hanya tersenyum kaku pada orangtuanya. Sejak semalam dia memang belum makan,
terlalu larut dalam drama yang ditontonnya hingga lupa makan.
“Sudah siap sayang untuk bekerja?”
Tanya ibu sambil menyiapkan kopi untuk ayah.
“Insyaa allah bu, doakan ya lancer.
Grogi nih Rania, semoga saja seniornya ramah ya,” jawab Rania sambil menyendok
sayur sop.
“Tenang saja sayang, ayah ibu selalu
doakan yang terbaik untuk Rania. Nanti kalau ada senior yang nakal, bilang saja,
nanti ayah cubit,” canda ayah sambil melirik ibu, “yak an bu!”
“Tentu saja,” ibu menangguk mantap.
Seketika pecahah tawa dari ketiganya, Rania adalah anak tunggal yang
menjadikannya sangat dekat dengan orangtua, segala hal diceritakannya pada
orangtuanya. Saat Rania memutuskan kuliah di Yogya, ayah sangat susah
memberikan restunya. Rania harus dengan sabar setiap hari merayu ayahnya untuk
mendapatkan ijin. Melihat keteguhaan dan kegigihan putrid semata wayangnya,
diberikanlah restunya, walaupun saat mengantarkan Rania berangkat pertama kali
penuh dengan airmata. Begitulah keluarga Rania yang harmonis ini.
Komentar
Posting Komentar