Mekar dalam Simpang part 4

Part 4

                Suara jangkrik di halaman bersahut-sahutan dengan riuh suara katak di kolam ikan. Sepertinya mereka sedang bersuka hati karena gerimis yang sedang membasahi bumi, menyambut rahmat yang diturunkan Allah untuk seluruh makhluknya. Di dalam rumah Rania sedang bergelut di dalam selimut di depan televisi menemani ibu yang asyik menikmati acara televisi. Ayah sedang asyik di sebelah, mengecek stok makanan burung-burung kesayangannya.
               
  Gerimis semakin deras di luar, ayah masuk rumah sambil menggigil kedinginan.
                “Ran, buatkan ayah wedang jahe ya, dingin sekali,” ujar ayah sambil menggosok-gosok telapak tangannya,” ibu mau?”
                “Ya mau dong,” ujar ibu bersemangat.
                
Rania langsung beranjak ke dapur membuatkan minuman untuk orangtuanya, tak terlalu repot karena ibu sudah menyimpan air panas dalam termos. Tinggal mengupas jahe lalu memarutnya agar rasanya lebih meresap masuk dan menambahkan gula. Selesai, Rania segera membawanya ke depan, dia membawa tiga cangkir yang mengepulkan asap. Ayah dan ibu langsung antusias menatap cangkir-cangkir yang dibawa Rania, seolah anak-anak beliau berdua berebut mengambil minuman, padahal tidak aka nada yang tidak kebagian. Rania hanya menggeleng geli menatap tingkah kedua orangtuanya.

“Hmm … sedap sekali ya bu,” ujar ayah setelah mencecap wedangnya.
“Iya nih pak, cocok, hujan minum wedang jahe panas seperti ini. Sepertinya sudah cocok nih anak kita jadi istri orang,” jawab ibu sambil melirik Rania.
Rania sedikit kaget dengan candaan ibunya, dia hanya terkikik geli mendengarnya. “Tentu saja bu,” jawab Rania sekenanya.
“ Benar kata ibu Rania, sudah cocok usiamu untuk menikah. Tapi ayah sedih sih, tidak menyangka secepat ini harus merelakanmu menjadi istri orang. Waktu berjalan begitu cepat ya,” ayah mengucapkan sembari menerawang jauh seolah membayangkan masa-masa Rania kecil hingga dewasa.
“Ah, jadi nostalgia nih yah, hujan-hujan memang penuh kenangan ya,” kata ibu sambil melihat hujan di jendela,” jadi kapan Zaky melamar kamu Ran?” Tanya ibu ringan.
Hamper-hampir Rania tersedak mendengar pertanyaan ibu, tak menyangka akan mendengar pertanyaan tentang pernikahan secepat ini. Saat ini usia Rania dua puluh lima tahun, memang sudah waktunya menikah, tapi kan pernikahan bukan hanya tentang usia saja. Apalagi Zaky masih belum lulus kuliahnya.
“Zaky kan belum lulus kuliahnya, “ jawab Rania.
“Yaa … sudah saatnya kamu memikirkannya saying, coba aja Tanya ke Zaky, mungkin dia malah sudah memikirkannya. Sudah terlalu lama kalian menjalani hubungan palsu itu,” canda ibu sambil tertawa kecil.

                Tapi nampaknya candaan ibu manampar hati Rania, perkataan ibu itu terbawa sampai tidurnya mala mini sambil ditemani gaerimis yang tak kunjung terang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jadi Blogger Profesional bersama ODOP Blogger Squad

Ganti Domain Blog-mu jadi .com dengan Mudah

Beri Makan Kucingmu dengan satu klik dari Handphonemu dengan Bardi Smart Pet Feeder!